DULU ADA DAN TELAH TIADA
Impian itu seperti sayap, dia membawamu ke berbagai tempat dan itulah alasan mengapa aku berada di tempat ini yang ku sebut dengan dunia baruku. Aku tak menyangka impian itu harus ku mulai di tempat isolasi ini yang tak lain sebuah asrama kecil bagaikan aquarium kotak yang lengkap dengan pernak-perniknya. Kini aku bagaikan ikan kecil yang selalu bertemu dengan ikan-ikan yang sama yang belum keluar dari aquariumnya. Dalam secerca harapan akan ku raih impian itu dengan penuh keyakinan tanpa pengecewaan yang membuatku jatuh tiada guna dan mencoba meraih impian itu seperti caraku raih bulan dilangit, dan kalau ku gagal, paling tidak aku berada diantara bintang-bintang. Sehingga keberadaan ku di tempat ini tidak akan menjadi sia-sia karena aku menggenggam secerca harapan yang akan ku wujudkan di setiap langkah ku. Tak kusangka dunia baru ku membawaku pada sebuah teka-teki yang memberi rasa nano-nano dalam hidupku. Ya nano-nano ya artinya banyak rasa, saat aku ingin menyelesaikan teka-teki itu aku diperhadapkan dalam sebuah dilema dan cinta. Dilema yang penuh pilihan dan keputusan akan status ku sebagai mahasiswa dan anak asrama yang menyandang banyak peraturan. Mengenai cinta, teka-teki yang akan ku pecahkan membawaku pada dua sosok laki-laki yang berhasil membuatku binggung dengan sikap mereka. Laki-laki itu adalah Zen dan Son ya itu sapaan akrab ku kepada mereka yang adalah teman seangkatanku. Awalnya terlihat biasa-biasa saja sekedar berteman baik dan memang hanya teman, tapi lama-kelamaan pertemanan itu mulai dibubuhi sebuah rasa yang aku tak mengerti dengan jelas rasa apa itu. Perasaan apa pun yang kurasakan mengenai mereka harus ku tangkis dan ku hempas sejauh mungkin. Tapi teman sekelasku selalu membuli ku dengan mengaitkan namaku dengan Zen dan Son yah itu sungguh menyebalkan dan merisihkan buat ku. Setiap hari aku selalu mendengar “ciee Siska” jika aku dengan dengan salah satu dari mereka Zen atau Son.
Waktu tak pernah letih berputar hinga hari-hari pun selalu berganti yang menandakan bahwa aku memang harus bisa beradaptasi dengan dunia baru ku saat ini. Saat waktu berputar semaunya aku hanya bisa menunduk patuh karena aku terjerat dalam waktu panjang dengan segala peraturan ditempat ini hingga aku tak dapat berjalan semau ku sama seperti waktu. Setiap harinya sebagai anak asrama kami memiliki jam belajar malam dikelas dan semakin banyak pula waktu untuk aku dapat bertemu dengan kaum usil yang selalu menjadikanku lelucon kelas. Tak ku sangka lelucon yang dilontarkan padaku menjadi sebuah jawaban untuk aku dapat memecahkan teka-teki yang menjadi bumbu dalam cerita cintaku. Seiring waktu berputar nama Son tak terngiang lagi dalam lelucon kelas tapi masih saja aku jadi bahan lelucon kelas dengan mengaitkan nama Zen kepada ku. Yah sekarang aku mengerti Son adalah sosok yang cukup dewasa dalam menanggapi setiap situasi yang dikaitkan pada dirinya sehingga tak lagi terdengar namanya sebagai lelucon dikelas. Sedangkan Zen si pria yang dapat kukatakan yah lumayan tampan, berperawakan tinggi 180 cm hingga saat aku berdiri dekat dengannya bagaikan jari manis dan jari kelingking, selalin itu dia pria yang cukup hebat dalam seni music, yah sangat menarik untuk diperhatikan, hehe hanya untuk dikagumi.
Jika waktu dapat berperan dengan hebat dalam duniaku mungkin saja waktu dapat membawaku pada cerita cinta ditempat ini tapi tempat ini kelihatan begitu angker tidak mungkin ada cerita cinta. Wajar saja jika aku katakan tempat ini angker habisnya setiap yang jatuh cinta dan bermain dengan cinta akan mendapat sanksi tegas ditempat ini…. namanya juga asrama. Jadi aku gak boleh terjebak dengan cinta… “Fransiska Wahyu Fridawati kamu harus fokus dengan tujuan mu jangan kecewakan orang yang senantiasa selalu mendukungmu berada ditempat ini” teriak ku dalam hati. Benar waktu begitu hebat ia menjebakku pada suasana yang dapat menggoyahkan ku ditempat ini. Entah apa yang kulakukan aku selalu saja jadi bahan lelucon kelas dan dikaitan dengan Zen dan kenapa Zen selalu terlibat dalam ceritaku, kalau tidak satu kelompok, aku bersahabat dengan Ita yaitu adiknya Zen, jadi mau gak mau aku selalu dengar nama Zen terngiang dalam alam pikirku. Apakah dia orang yang dapat menjadi bumbu dalam cerita cintaku ditempat ini ??? IMPOSIBLE !!!
Angin tahu kemana arah dia harus bertiup tapi kali ini aku bingung entah angin apa yang membuat Zen berbagi cerita dengan ku mengenai Ita sahabat ku, hm mungkin karna aku dekat dengan adiknya ya? Aduh lagi-lagi angin seperti kehilangan arah karena Zen mengajak ku belajar bersama, bertanya mengenai pelajaran, dan curhat. Hari berganti hari hubungan ku dengan Zen sangat dekat tanpa sadar kami saling mengenal satu sama lain, saling bertukar pikiran, bertukan cerita selayaknya orang yang menjalin hubungan. Diawali dengan rasa kagum padanya dan ini tumbuh secara perlahan hingga membuat ku ingin selalu dekat dengannya, tahu tentangnya, mendengar suaranya, melihat tingkah anehnya yang terkadang membuat hati ku luluh lanta hingga kusadari aku terjebak dalam cinta. Lelucon dikelas tak pernah berhenti seakan lelucon itu menjadi nyata bahwa aku memang benar-benar mencintainya. Cintaku kepadanya mampu mengoyakkan logika ku seakan alam pikir ku membawa aku pada bawah wajahnya dengan senyuman yang terpancar pada wajahnya. Apalagi jika aku mengingat momen indah yang membuat hatiku dipenuhi bunga-bunga indah ketika hal yang cukup romantis dilakukannya padaku dengan memberi ucapapan semangat yang di dalamnya ada gambar sebuah keluarga harmonis pada buku tulis yang sama seperti bukunya. Rasanya hubunganku dengannya bukan sebatas teman dekat lagi karena ku tahu dia sudah memberi sinyal mengenai hubungan yang serius, sinyal itu membuat jantungku berdebar kencang dan hatiku meluap kegirangan ketika dia memperkenalkan ku dengan keluarganya. Tanpa ku sadari dia mengatakan kepada adik-adinya bahwa dirikulah wanita yang disukainya.
Ku sadari cinta itu tidak akan selalu berakhir indah ketika saat dimana aku mendengar pernyataan yang membuat hatiku teriris yah begitu pedih.
“Sis kamu dengan Zen pacaran ya?” tanya kak Mery padaku
“Di doakan aja ya kak. Kakak benaran dengan kak itukan? Kalian mirip loh kak” Jawabku untuk mengalihkan pertanyaannya
“Haha, masa sih mirip??? Amin ya Tuhan. kamu juga dengan Zen mirip kok” jawabnya sambil tertawa
“Ahk, enggak ya kak. Cowo seperti Zen mana mirip dengan ku. Jelas jauh beda…. aku kan jelek.”
“Kan itu penilaian mu, bukan Tuhan yang nilai siapa tahu suatu saat kalian dipersatukan. Oh ya, kemarin Ita cerita kalau Zen itu belum bisa Move On dari mantannya apalagi mantannya kasih kabar gitu. Pantesan Zen pernah bilang kalau dia suka dengan ku karna aku mirip dengan mantannya trus dia sempat sih kasih lihat foto mantannya ke aku. Tapi gak mirip kok hanya saja mantannya pakai kacamata sama seperti ku.” Jawab kak Mery yang membuat hati ku resah
“Ia kak, biarlah dia kembali pada mantannya kalau memang itu yang terbaik karena aku tahu, Tuhan sudah sediakan yang jauh lebih baik.” Jawabku dalam kepedihan.
Waktu berputar semaunnya sama seperti Zen yang bertingkah semaunya tanpa peduli pada hatiku yang hancur sikapnya berubah lambat laun dia semakin menjauh dari ku dan berubah menjadi sosok yang cuek. Aku tak habis pikir ternyata cinta itu memiliki sisi sakit yang aku tak mengerti apa obat yang dapat meredakan rasa sakit yang kuderita karena cinta. Hanya ku tahu Tuhan tak pernah membuat ku jatuh sampai tergeletak.
“Sis kamu fokus belajar ingat jangan kecewakan orang yang sayang sama kamu. Jika kamu menyukai seseorang tahan dulu aja ya.” Tegur Mas Sugianto dan Mbak Carolin.
Hingga ku tahu ini memang sudah harus terjadi supaya aku tetap pada tujuanku bukan pada cinta yang tidak jelas seperti ini. Ku sadari sepertinya Orang yang jatuh cinta diam-diam, paham bahwa kenyataan terkadang berbeda dengan apa yg kita inginkan. Seharusnya aku mengerti dengan hal ini, keterlambatan ku mengerti hal ini membuat hatiku seperti kertas remuk yang ku tahu mustahil untuk bisa kembali seperti awalnya. Kini malam seakan mencekam yang membuatku termenung di sudut kamar yang membangkitkan kerja otak untuk mengingat awal yang penuh juang dan sejuta harapan untuk tetap bisa merasakan naungan dan buaian kasih sayang darinya. Namun, itu hanya kenangan indah yang pernah ada, ingatan indah itu menyesak dadaku hingga ku merasa pedih di hati, hmm sesak ku rasa, bahkan si bening cair mulai membasahi pipiku hingga kini aku paham mengenai suatu hal yang seharusnya aku sadari sejak awal yaitu “Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa mendoakan”. Aku hanya bisa berseru dalam doa tentang pedihnya cinta ini. Si bening cair tak lelah berhenti membasahi wajah ku. “Ketika wanita menangis, itu bukan karena dia ingin terlihat lemah, tapi dia sudah gak sanggup berpura- pura kuat” gumamku dalam hati yang sendu. Aku tak menyangka bahwa cinta juga bisa sesakit ini bagaikan duri dalam daging yang tertutupi oleh kulit yang begitu keras hingga aku tak dapat melepas duri yang menyiksaku. Aku hanya bisa terdiam dalam keheningan malam menahan rasa sakit yang dalam padanya yang dahulu pernah menjadi pengisi ruang hati dan yang selalu menghiasi hati dengan sikap manisnya.